Tradisional Meets Funky: Welcome to Jamu Anak Kekinian!
Story telling --
Di tengah hiruk-pikuk karier mapan dan gaya hidup modern, pasangan Yudi Ahmad Lazuardi dan Sari Afriana ternyata penyuka jamu tradisional, si ramuan legend ala nenek moyang.
"Jamu is my lifestyle. Jamu jadi modal kesehatan keluargaku sejak dulu, loh... " kata Sari, suatu ketika.
Ya, Sari memang penyuka jamu sejak belia, karena ajaran kedua orang tua. Mereka menyakini bahwa jamu, dengan kandungan bahan alami seperti kunyit, kencur, jahe, dan rempah-rempah lainnya, bisa jadi pengawal setia kesehatan, kebugaran, dan bahkan kecerdasan.
Lihat saja, orang tua Sari meski sudah menjelang 80-an, masih bugar untuk ukuran usia mereka. Mereka juga tidak pikun dan tidak mengalami nyeri sendi. Dahsyat kan?
Mereka meyakini bahwa bahan jamu seperti kunyit misalnya, moncer dalam hal mencegah kepikunan dan meningkatkan daya ingat.
Sementara itu, beras kencur sangat baik untuk menghilangkan pegal linu dan menjaga kebugaran tubuh.
Minim Efek Samping
Sedikit flashback nih. Pascamelahirkan hingga menyusui sekian tahun silam, Sari disiplin minum jamu kunyit asam dan jamu bersalin untuk membersihkan rahim.
Alhasil, Sari tetap segar bugar meskipun repot mengurus bayi. Tak ada keluhan apapun di bagian rahim. Rambutnya pun gak rontok meski sedang menyusui.
Dulu, Ketika Lina dan Andi kecil sedang kehilangan nafsu makan, sang ibu memberinya minuman kunyit, agar kembali berselera melahap nasi.
Sedangkan saat 2 balita itu diare, Sari dengan sigap membuatkan jamu daun jambu biji dengan kunyit. Ramuan ini moncer banget buat melibas sakit perut pada anak.
Seperti peribahasa "alah bisa karena biasa," kebiasaan sehat Sari ternyata menular pada suaminya, Yudi.
Ketika tubuh sedang tidak fit dan muncul gejala flu, Yudi tak ragu minum jamu tolak angin. Hasilnya, weisss.... calon penyakit kabur!
Keluarga ini lebih suka minum jamu dibandingkan obat-obatan di apotek karena menganggapnya sebagai alternatif yang lebih alami dan minim efek samping.
Terlebih, bahan-bahan jamu sudah dikenal dan digunakan selama berabad-abad dalam pengobatan tradisional.
Selain itu, proses pembuatan jamu yang melibatkan bahan-bahan segar dan alami memberikan rasa tenang dan kepercayaan plus.
Selain faktor kesehatan, ada juga alasan budaya dan emosional yang membuat keluarga ini secara turun temurun lebih memilih jamu.
Minum jamu sering kali terikat dengan tradisi keluarga dan warisan budaya yang membuat orang merasa lebih terhubung dengan leluhur mereka.
Ritual pembuatan dan minum jamu bisa menjadi momen yang membawa kebersamaan dan kenyamanan emosional, yang tak bisa ditawarkan oleh pil atau kapsul dari apotek.
Pengalaman minum jamu ini menciptakan kesan yang lebih mendalam dan bermakna, menjadikannya pilihan yang lebih disukai oleh banyak orang yang menghargai kesehatan holistik dan kesejahteraan emosional mereka.
Sajian Kreatif
Jujur ya, sebetulnya waktu kecil dulu, Andi dan Lina agak malas-malasan dengan 'tradisi jamu' ini. Namun, seiring berlalunya waktu, mereka merasakan manfaat luar biasa.
Alhasil, seperti ayah dan ibunya, kedua anggota Gen Z inipun menjadikan minum jamu sebagai rutinitas hariannya.
Terbukti kedua mahasiswa ini selalu enerjik, dan memiliki daya tahan tubuh yang prima.
Bahkan ketika pandemi COVID-19 melanda pada tahun 2020-2022, keluarga ini tetap bugar tanpa gejala apapun. Setelah melakukan tes, mereka hanya perlu menjalani isolasi mandiri selama 2 pekan.
Tak sampai di situ. Ternyata, sang ibu begitu kreatif dan serius dalam menyajikan jamu.
Dia membuat susu kunyit yang diberi rempah-rempah seperti cengkeh dan kayu manis, minuman beras kencur yang agak manis dengan potongan strawberry, atau teh hijau dengan akar alang-alang, jahe, dan kayu manis.
Akar alang-alang dipercaya efektif untuk menjaga kesehatan tulang dan meredakan rasa nyeri. Semua minuman ini kadang disajikan dengan es batu, sehingga terasa segar saat melewati kerongkongan di siang hari yang panas.
Namun, diam-diam Lina heran, karena teman-teman di kampusnya tak ada yang menyukai jamu.
"Aku gak suka. Baunya gak enak, pahit juga," kata Putri, teman Lina.
"Ngapain repot, harus minum jamu yang rasanya gak karuan. Kan mendingan minum pil aja yang pake resep dokter. Sekali glek langsung nggelosor ke tenggorokan," kata Tia, temannya yang lain.
Kok bisa ya, pikir Lina. Lagipula, keluarganya jarang sakit, dan jarang berurusan dengan dokter, sehingga gak akrab dengan pil maupun kapsul.
Diam-diam, Lina cari cara, gimana caranya biar teman-teman sebayanya menyukai jamu juga. Mereka perlu tahu, begitu banyak keuntungan memanfaatkan jamu, terlebih jika menjadikannya sebagai bagian dari ritual harian.
Lina pun iseng-iseng menggali kreativitasnya dalam mengolah bahan-bahan jamu. Berminggu-minggu dia meracik dan memadupadankan beragam bahan, dan mencobanya sendiri.
Tak cuma itu, dia juga membawa hasil racikannya ke kampus, agar teman-temannya ikut mencicipi dan memberikan penilaian.
Dia mengemasnya dalam botol lucu warna warni. Tak banyak, paling cuma 2-3 botol. Agar tetap dingin, dia menitipkannya di kulkas kantin kampus milik Bu Derma.
Gak disangka-sangka, ternyata teman-temannya menyukai "jamu zaman now" hasil racikan Lina.
Memang sih, sudah kebayang sedapnya. Ada jamu kunyit latte, beras kencur smoothie, kunyit putri alang-alang, yoghurt mix temulawak, dan teh hijau jahe merah dengan potongan buah segar.
Teman-teman Lina kaget, dengan sentuhan kretivitas, ternyata jamu bisa juga 'diajak' funky. Sedangkan Lina menyebutnya sebagai "jamu hits untuk generasi lits!".
"Memang perlu inovasi dan langkah berani, bagaimana caranya agar si tradisional bisa meets funky," ucap Lina.
Perlu Inovasi Kreatif
Produk jamu enak ala Lina bikin heboh kampus. Teman-teman yang memesan pun makin berjibun.
Mulanya, Lina tak berniat menjualnya, karena dia pun tak punya banyak waktu untuk meracik minuman legendaris dengan tampilan kontemporer tersebut.
Namun banyaknya pemesan membuat Lina pikir-pikir, meskipun hingga saat ini Lina belum memutuskan apapun
Tapi setidaknya, meskipun hanya mencoba menjalankan tradisi lama dengan gaya baru, Lina sudah berhasil menginspirasi banyak orang untuk kembali mencintai jamu tradisional.
Dia menyebut itu sebagai cara keren untuk menjaga kesehatan.
Di mata Lina, untuk membuat generasi Z menyukai jamu, perlu menggabungkan inovasi dan pemasaran yang kreatif dengan mempertahankan nilai-nilai tradisional.
Mengemas jamu dalam bentuk yang menarik dan modern, seperti minuman siap saji dengan desain kemasan yang estetis, dapat meningkatkan daya tariknya.
Rasa juga perlu disesuaikan dengan preferensi mereka. Selain itu, edukasi tentang manfaat kesehatan jamu melalui platform media sosial yang populer di kalangan generasi Z, seperti Instagram, TikTok, dan YouTube, dapat meningkatkan kesadaran dan ketertarikan mereka.
Menampilkan testimoni dari influencer kesehatan dan cerita-cerita inspiratif tentang manfaat jamu juga dapat membuatnya lebih relatable dan menarik bagi generasi muda.
Jadi gimana nih, jadi gak ya, Lina jualan jamu hits? (*)
#jamukeluargaindonesia #menjamudunia #budayasehatjamu
Komentar
Posting Komentar